Space Iklan Website Murah

Pasang Iklan Di Sini

Opini: Optimalisasi Bawaslu Untuk Pengawasan Pemilu 2024

Optimalisasi Bawaslu Untuk Pengawasan Pemilu 2024

Optimalisasi Bawaslu Untuk Pengawasan Pemilu 2024
Oleh: Rudi Yansah Ritonga, S. Sy (Praktisi Hukum)

Rabu, 14 Februari 2024 rakyat Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi lima tahunan. Pesta demokrasi tersebut momentum rakyat memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinisi, Kabupaten/Kota. Pemilihan Umum 2024 diikuti 18 partai politik nasional dan 6 partai politik local Aceh.

Saat ini tahapan pemilu yang sedang berlangsung ialah verifikasi administrasi dokumen persyaratan bakal calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota. Tentunya tahapan ini merupakan bagian dari pengawasan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Pasal 89 ayat (1) bahwa Pengawasan Penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu. Kemudian di Pasal 79 ayat (2) Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Bawaslu; b. Bawaslu Provinsi; c. Bawaslu Kabupaten/Kota; d. Panwaslu Kecamatan; e. Panwaslu Kelurahan/Desa; f. Panwaslu LN; dan g. Pengawas TPS.

Bawaslu memiliki peranan penting dalam menyelenggarakan pengawasan guna kelancaran penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024. 

Beragam hambatan, tantangan ataupun bahkan ancaman yang bisa sewaktu-waktu mengganggu pelaksanaan Pemilu 2024. Ancaman tersebut dapat bersumber dari internal maupun eksternal Bawaslu. Hambatan dari internal dikarenakan tidak sebandingnya sumber daya manusia (kuantitas) dibandingkan dengan sumber daya manusia (kuantitas) yang ada pada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dapat dilihat disetiap tingkatan terdapat perbedaan. 

Misalnya ditingkatan KPU RI, komisionernya berjumlah 7 orang. Sementara komisionernya Bawaslu hanya berjumlah 5 orang. Kondisi tersebut semakin ketingkatan bawah semakin terlihat ketidak seimbangan secara kuantitas antara Bawaslu dengan KPU. Bahkan untuk Bawaslu ditingkatan Kabupaten/Kota terdapat perbedaan jumlah komisioner yaitu ada yang 5 maupun 3. 

Kondisi tersebut dapat dilihat dari beberapa kali pelaksanaan Pemilu maupun Pemilukada. Tidak menutup kemungkinan terdapat “hal-hal” yang dinilai urgent akan tetapi terlewatkan atau luput dari pengawasan dikarenakan kurangnya sumber daya manusia (kuantitas).

Kemudian, adapun hambatan dari eksternal dikarenakan beberapa hal diantaranya:

Kejahatan maupun Manipulasi melalui Cyber

Pelaksanaan Pemilu 2024 selangkah lebih adaptasi perkembangan zaman melalui pemanfaatan digital sebagai sarana pendukung Pemilu 2024. Dapat dilihat dari berbagai sistem yang disiapkan penyelenggara Pemilu KPU seperti: SIPOL (Sistem Informasi Partai Politik), SIAKBA (Sistem Informasi Anggota KPU dan Badan Ad-Hoc, hingga SITUNG (Sistem Informasi Penghitungan Suara).

Tentu Bawaslu juga tidak boleh kecolongan dalam pengawasan tersebut terutama pengawasan SITUNG nantinya. Karena SITUNG meskipun dijamin kemanannya juga tidak menutup kemungkinan dapat dibobol hacker guna membocorkan ataupun melakukan manipulasi suara sehingga terjadi kecurangan di Pemilu 2024. 

Era-post truth dan Berita Hoax

Biar mudah dipahami, era post truth merupakan masa yang dimana kebohongan ditengah-tengah masyarakat dan diterima masyarakar sebagai kebenaran. Dikarenakan literasi digital masih rendah, sehingga masyarakat tanpa melakukan verifikasi ataupun filterisasi terhadap sebuah informasi yang diperoleh padahal informasi tersebut bohong. 

Kemudian penyebaran berita Hoax pada situasi Pemilu saat ini cukup signifikan. Digunakan sebagai cara menjatuhkan lawan khususnya dimomentum pembahasan calon presiden. Sehingga nantinya Bawslu harus mengantisipasi ini Ketika sudah memasuki tahapan-tahapan krusial mulai pendaftaran calon presiden dan wakil presiden, kampanye, pemugutan suara hingga penghitungan suara.

Maka Pengawasan Bawaslu bukan hanya sebatas pengawasan didunia nyata (offline), melainkan juga harus melakukan pengawasan atau dapat disebut patroli cyber guna meminimalisir pelanggaran-pelanggaran Pemilu.  

Dan kesimpulannya ialah, penulis mendorong Pemerintah Bersama DPR-RI merevisi Undang-Undang Pemilihan Umum guna melakukan penambahan sumber daya manusia (kuantitas) Bawaslu agar sebanding/seimbang dengan KPU. Kemudian setelah itu Bawaslu melakukan upgrade sumber daya manusia (kualitas) khususnya dibidang digital. Sehingga Bawaslu optimal dalam melakukan pengawasan dan terjaminnya pelaksanaan Pemilihan Umum yang Langsung, Umum Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (LUBER JURDIL).

Posting Komentar

0 Komentar